Kategori : Remaja
Oleh : Yessy Magdalena Napitupulu (XII IPA 2 SMA Negeri 1
Batam)
Menurut penulis;
dimanapun kita, apapun kita, siapapun kita, bagaimanapun kita semua berasal
dari pendidikan. Ada orang yang tidak berpendidikan; tidak mengenal ilmu, ada
orang yang berpendidikan; peluang suksesnya besar. Ada orang berpendidikan
namun berperilaku yang tidak berpendidikan; cotohnya para tawuran atau
sebaliknya. Bicara pendidikan. Apa arti pendidikan itu? Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, pendidikan
diambil dari kata dasar didik, yaitu proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang
atau kelompok orang dl usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan;
proses, perbuatan, cara mendidik.
Pendidikan
ada disekolah, maupun diluar sekolah. Namun, pendidikan awal yang kita terima
berasal dari keluarga. Keluarga yang baik menghasilkan bibit-bibit masyarakat
yang baik pula, yang nantinya dapat memperbaiki Sumber Daya Manusia (SDM) di
Indonesia.
Untuk
memperbaiki SDM di Indonesia, perlu diketahui masalah yang terjadi di
lingkungan pendidikan masyarakat melalui lingkungan keluarga masyarakat
Indonesia. Ada 3 hal (masalah) yang dapat saya pelajari:
1. Ekonomi
Keluarga
Zaman
modren sekarang ini, apapun yang kita lakukan semua sudah berbayar, bahkan buang air saja sudah bayar Rp 1.000,- di kota Batam (terkhusus di Mall Batu Aji), apalagi menempuh
pendidikan yang lebih baik. Biaya dalam memenuhi kebutuhan pendidikan tidaklah
murah, bahkan sekolah gratis pun, tidak sepenuhnya gratis; ada uang buku, uang
pembangunan dan lain-lain.
Memang,
jikalau ekonomi keluarga baik, keluarga itu mampu membayar kebutuhan pendidikan
itu, bagaimana jikalau keluarga kurang mampu, bahkan tidak mampu? Apakah
pemerintah sudah membuka matanya untuk masyarakat yang kurang mampu? Menurut
informasi yang penulis dapat melalui wawancara dengan beberapa orangtua, mereka
mengatakan pemerintah akan mengenal rakyatnya, jika rakyatnya memiliki
pekerjaan (melalui pajak yang wajib dibayar dan selalu diminta) namun apakah
pernah pemerintah peduli jika rakyatnya tidak memiliki pekerjaan? Apakah
pemerintah sudah membantu rakyat memperbaiki perekonomian masyarakat? Apa yang
sudah pemerintah lakukan untuk rakyat demi memperbaiki SDM di Indonesia untuk
Indonesia? Bagaimana mungkin rakyat mau peduli dengan negaranya jika pemerintah
negara tidak bisa peduli dengan rakyatnya? Solusi yang penulis tawarkan kepada
pemerintah “merakyatlah!” Inilah yang
diharapkan semua orang, demi mencapai kesuksesan negaranya. Lihatlah daerah
yang terpencil, kepada siapa mereka mengeluh, transport saja susah! Demi
mengisi perut saja susah!
2. Pergaulan
Remaja
Siswa
yang baik memiliki lingkungan yang baik, siswa yang pintar; pintar pula memilih
pergaulan yang baik dan benar. Pertanyaannya, Apakah ada hubungan antara
pergaulan dengan apa yang sedang pembahasan penulis? Ya, tentu ada. Lihat!
sumber gambar: dokumen penulis
Apakah
Indonesia tidak malu? Mengapa terjadi hal seperti ini? Apakah mereka tidak
mempunyai keluarga sehingga membuat mereka seperti ini? Apakah tidak ada yang
peduli terhadap mereka? Apakah pemerintah tidak lelah melihat ini?
Seandainya
saja pemikiran mereka dibuka tentang pentingnya pendidikan dalam kehidupan,
melalui pendidikan. Kenapa harus diberi BLSM secara cuma-cuma, yang walaupun
itu ada namun tidak sepenuhnya sampai di tangan masyarakat yang benar-benar
membutuhkan? Kenapa tidak dibangun saja sekolah di daerah terpencil, atau
membangun perusahaan yang ditangani oleh pemerintah nasional bukan dipegang
oleh warga negara asing?
Memang
pemerintah sudah banyak membangun sekolah untuk Indonesia. Namun, apakah
pemerintah sudah membuka pemikiran para pelajar akan pentingnya pendidikan itu?
JIka pemerintah berfikir tentang sekolah gratis sudah menjamin wajib belajar 9
tahun itu sebagai kesuksesan dalam hal pendidikan, namun menurut saya itu tidak
akan mungkin menjadi jaminan untuk menyukseskan program belajar di Indonesia.
Sebagai bukti, menurut
http://skpd.batamkota.go.id
dijelaskan bahwa saat razia anak sekolah yang dilakukan Satpol PP tanggal 8 Mei
2013 lalu berhasil menangkap 140 siswa/siswi di 4 titik warnet-warnet di
wilayah Kecamatan Sagulung, Batam Kota, Sekupang dan Bengkong.
Mengapa
mereka masih memilih bermain daripada ilmu pengetahuan yang harus mereka
dapatkan melalui pembelajaran disekolah? Penulis adalah seorang siswi, menurut
penulis yang menjadi sumber masalah disini adalah pemikiran para pelajar yang
belum termindset sempurna. Banyak
pelajar yang beranggapan seperti ini “buat apa belajar, mana ada gunanya, yang
penting itu cari duit bukan buang-buang duit untuk belajar.” Penulis percaya,
mereka saja masih remaja sudah berpikiran seperti ini, bagaimana jika mereka
sudah besar nanti, mereka akan berfikiran untuk menghalalkan apapun demi
mendapatkan uang. Inilah juga yang menyebabkan banyaknya preman di Indonesia.
Seandainya
saja pemikiran mereka dibuka tentang investasi pendidikan dimasa depan bangsa,
bahkan bagi diri mereka sendiri. Menurut penulis untuk membuka pemikiran para
pelajar, pemerintah dapat membuat sosialisasi, atau film pendek, atau melakukan
pendekatan terrhadap para pelajar tentang penting pendidikan atau ruginya tidak
berpendidikan. Solusi yang paling penting yang dapat ditawarkan penulis untuk
pemerintah beri lebih fasilitas dan dukungan serta pelatihan untuk bakat dan
minat siswa. Penulis mengakui belajar itu sangat membosankan, disinilah
pentingnya penggunaan bakat-bakat siswa, selain membuang rasa bosan, pemerintah
juga dapat membantu para pelajar untuk melakukan hal-hal yang positif, seperti
olahraga, seni tari, seni musik, atau seni kriya dan sebagainya. Seni termasuk
pendidikan, bukan?
3. Komunikasi
Apakah
program BKKBN penting untuk pendidikan kependudukan di Indonesia? Seperti yang
kita ketahui, program BKKBN “2 anak lebih baik.” Penulis sangat setuju dengan
program ini, walaupun saudara yang dimiliki penulis lebih dari 2. Penulis ingin
berbagi pengalaman atau melihat dari situasi keluarga orang lain. Seperti ini;
semakin banyak anak, maka semakin pusinglah orangtua untuk memenuhi kebutuhan
anak-anaknya, anak yang ini butuh ini, atau yang itu butuh itu dan sebagainya, atau
mungkin karena sudah saking tuanya orangtua, sampai lupa nama anaknya, atau
lupa dia anaknya atau tidak (ini pengalaman orang lain, ya!!!) Jika sudah
terjadi seperti ini, harmoniskah keluarga tersebut? Akankah orangtua tersebut
peduli dengan anaknya atau pendidikan anaknya, jika sudah tidak ada lagi
komunikasi? Inilah yang menjadi masalah sehingga banyak anak yang tidak mau
tahu, tidak peduli dengan pendidikan anak, sehingga banyak yang bolos, banyak
yang nyontek dan lain-lain. Bagaimana nasib SDM negara kita kalau sudah begini? Pertanyaan
yang paling penting “Apakah program BKKBN tersebut sudah berjalan sepenuhnya?”
tentu saja belum. Bagaimana mungkin masyarakat bisa merubah pemikirannya,
pemerintah saja belum mempraktikkannya hanya modal semboyan. Menurut www.bkn.go.id dalam artikelnya tanggal 26 April
2013 “Menjadi BPJS, PNS Tanggungan Askes
Menjadi 5 Orang” jelas diterangkan anak yang ditanggung ada 3 orang. Inikah
contoh?
Demikianlah tulisan opini dan solusi yang
dimuat serta ditawarkan penulis. Terimakasih, penulis ucapkan kepada pembaca. Terimakasih juga
kepada Pak Sabam Sitinjak, S.Th yang sudah membimbing penulis.
Daftar Pustaka
http://www.bkn.go.id/in/berita/2348-menjadi-bpjs-pns-tanggungan-askes-menjadi-5-orang.html